PERANG KHANDAQ
Perang Khandaq ini terjadi pada tahun 5H pada bulan syawal. Ini menurut pendapat yang lebih kuat. Orang-orang musyrik mengepung Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan orang-orang muslim selama sebulan penuh atau mendekati itu. Dengan mengompromosikan beberapa buku rujukan, dapat diambil kesimpulan bahwa prmulaan pengepungan pada bulan Syawal dan berakhir pada bulan Dzulqa'dah. Menurut riwayat Ibnu Sa'd, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam kembali dari Khandaq pada hari Rabu, seminggu sebelum habisnya bulan Dzulqa'dah.
Latar Belakang Perang Khandaq
Setelah pecah beberapa peperangan dan manuver militer selama lebih dari satu tahun, Jazirah Arab menjadi tenteram kembali. Hanya saja orang-orang Yahudi yang harus menelan beberapa kehinaan dan pelecehan karena ulah mereka sendiri yang berkhianat, berkonspirasi dan melakukan makar, tidak mau terima begitu saja. Setelah lari ke Khaibar, mereka menunggu-nunggu apa yang akan menimpa orang-orang muslim sebagai akibat bentrokan fisik dengan para paganis Quraisy. Hari demi hari terus berlalu membawa keuntungan bagi kaum Muslimin, pamor dan kekuasaan mereka semakin mantap. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi semakin dibakar marah.
Mereka kembali merancang konspirasi baru terhadap orang-orang muslim dengan menghimpun pasukan, sebagai persiapan untuk memukul orang-orang muslim, agar tidak memiliki sisa kehidupan setelah itu. Karena belum berani menyerang orang-orang muslim secara langsung, maka mereka merancang dan melaksanakan langkah ini secara sembunyi-sembunyi dan hati-hati.
Ada dua puluh pemimpin dan pemuka Yahudi dari Bani Nadhir yang mendatangi Quraisy di Makkah. Mereka mendorong orang-orang Quraisy agar menyerang Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan berjanji akan membantu rencana ini dan mendukungnya. Quraisy menyambutnya dengan senang hati, apalagi sebelumnya mereka tidak berani memenuhi janji di Perang Badar untuk kedua kalinya. Maka mereka melihat ini merupakan kesempatan yang baik untuk mengembalikan pamor.
Dua puluh orang pemuka Yahudi itu juga pergi ke Ghathafan dan mengajak mereka seperti ajakan yang diserukan kepada orang-orang Quraisy. Ajakan ini mendapat sambutan yang baik. Kemudian para utusan Yahudi itu berkeliling ke berbagai kabilah Arab dengan ajakan yang sama, dan semuanya memberi respon. Satu langkah yang dirancang orang-orang Yahudi dengan menghimpun orang-orang kafir untuk menyerang Rasulullah shallallahu'alahi wasallam dan membungkam dakwah Islam dapat berjalan mulus.
Akhirnya, secara serempak dari arah selatan mengalir pasukan yang terdiri dari Quraisy, Kinanah dan sekutu-sekutu mereka dari penduduk Tihamah, dibawah komando Abu Sufyan. Jumlah mereka ada empat ribu prajurit. Bani Sulaim dari Marr Azh-Zhahran juga ikut bergabung bersma mereka. Sedangkan dari arah timur ada kabilah-kabilah Ghathafan, yang terdiri dari Bani Fazarah yang dipimpin Uyainah bin Hishn, Bani Murah yang dipimpin Al-Harits bin Auf, Bani Asyja' yang dipimpin Mis'ar bih Rukhailah, Bani As'ad dan lain-lainnya.
Semua golongan ini bergerak ke arah Madinah secara serentak seperti yang telah mereka sepakati bersama. Dalam beberapa hari saja, disekitar Madinah sudah berhimpun pasukan musuh yang besar, jumlahnya mencapai sepuluh ribu prajurit. Itulah gelar pasukan yang jumlahnya lebih banyak daripada seluruh penduduk Madinah, termasuk wanita, anak-anak dan orang tua.
Rasulullah Mengadakan Musyawarah untuk Menyusun Strategi Menghadapi Musuh
Jika pasukan yang sedang berhimpun disekitar Madinah tersebut melakukan serangan secara tiba-tiba dan serentak, maka sulit dibayangkan apa yang akan terjadi dengan eksistensi kaum muslimin. Bahkan, bisa terjadi mereka akan tercabut hingga akar-akarnya. Tetapi model kepemimpinan Madinah tak pernah terpejam sekejap pun. Segala faktor dipertimbangkan sedemikian rupa secara masak dan segala pergerakan tak lepas dari pantauan. Sebelum pasukan musuk beranjak dari tempatnya, informasi tentang rencana mereka pun sudah tercium di Madinah.
Maka berdasarkan informasi ini, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam segera menyelenggarakan majelis tinggi permusyawaratan untuk menampung rencana pertahanan di Madinah. Setelah berdiskusi panjang lebar diantara anggota majelis, mereka sepakat melaksanakan usulan yang disampaikan seorang sahabat yang cerdik, Salman Al-Farisi. Dalam hal ini Salman berkata, "Wahai Rasulullah, dulu jika kami orang-orang Persi sedang dikepung musuh, maka kami membuat parit disekitar kami." Ini merupakan langkah yang amat bijaksana, yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam segera melaksanakan rencana itu. Setiap sepuluh orang laki-laki diberi tugas untuk menggali parit sepanjang empat puluh hasta.
Dengan giat dan penuh semangat orang-orang muslim menggali sebuah parit yang panjang. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam terus memompa semangat mereka dan terjun langsung di lapangan. Di dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan dari Sahl bin Sa'd, dia berkata, "Kami bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam di dalam parit. Sementara orang-orang sedang giat menggalinya, kami mengusung tanah di pundak kami." Beliau bersabda, "Tidak ada kehidupan selain kehidupan akhirat. Ampunilah dosa orang-orang Muhajirin dan Anshar."
Tanda-tanda Nubuwah
Anas meriwayatkan, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pergi ke parit pada pagi hari yang amat dingin, sementara orang-orang Muhajirin dan Anshar sedang menggali parit. Mereka tidak mempunyai seseorang yang bisa diupah untuk pekerjaan ini. Beliau tahu perut mereka kosong dan juga letih. Oleh karena itu beliau bersabda, "Ya Allah, sesungguhnya kehidupan yang lebih baik adalah kehidupan akhirat, maka ampunilah orang-orang Muhajirin dan Anshar." Mereka menjawab, "Kamilah yang telah berbaiat kepada Muhammad, siap berjihad selagi kami masih hidup."
Dari Al-Barr' bin Azib, dia berkata, "Kulihat beliau mengangkut tanah galian parit, hingga banyak debu yang menempel di kulit perut beliau yang banyak bulunya. Sampat pula kudengar beliau melantunkan syair-syairnya Ibnu Rawahah. Sambil mengangkut tanah, beliau bersabda, "Ya Allah, andaikan bukan karena Engkau, tentu kami tidak akan mendapat petunjuk, tidak bersedekah dan tidak shalat. Turunkanlah ketentraman kepada kami dan kokohkanlah pendirian kami jika kami berperang. Sesungguhnya para kerabat banyak sewenang-wenang kepada kami. Jika mereka menghendaki cobaan, kami tidak menginginkannya."
Orang-orang muslim bekerja dengan giat dan penuh semangat sekalipun mereka didera dengan rasa lapar. Anas berkata, "Masing-masing orang yang sedang menggali parit diberi tepung gandum sebanyak satu genggam tangan, lalu dicampuri dengan minyak sebagai adonan. Kerongkongan mereka jarang tersentuh makanan, sehingga dari mulut mereka keluar bau yang tidak sedap." Abu Thalhah berkata, "Kami mengadukan rasa lapar kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Lalu kami mengganjal perut kami dengan batu. Beliau juga mengganjal perut dengan dua buah batu."
Selama penggalian parit ini terjadi beberapa tanda nubuwah yang berkaitan dengan rasa lapar yang mendera mereka. Jabir bin Abdullah melihat Rasulullah yang benar-benar tersiksa karena lapar. Lalu Jabir menyembelih seekor hewan dan istrinya menanak satu sha' tepung gandum. Setelah masak, Jabir membisiki Rasulullah secara pelan-pelan agar datang ke rumahnya bersama beberapa sahabat saja. Tetapi Rasulullah justru berdiri di hadapan semua orang yang sedang menggali parit yang jumlahnya ada seribu orang, lalu mereka melahap makanan yang tak seberapa banyak itu hingga mereka kenyang. Bahkan masih ada sisa dagingnya, begitu pula adonan tepung untuk roti.
Saudara perempuan An-Nu'man bin Basyir datang ke tampat penggalian parit sambil membawa kurma setangkup tangan untuk diberikan kepada ayah dan pamannya. Ketika itu pula Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam lewat didekatnya dan meminta kurma tersebut, lalu beliau meletakkannya di atas selembar kain. Setelah itu beliau memanggil semua orang dan mereka pun memakannya. Setelah semua orang yang menggali parit memakannya, ternyata kurma yang hanya setangkup tangan itu masih tersisa dan bahkan jumlahnya lebih banyak, sehingga sebagian ada yang tercecer keluar dari hamparan kain.
Yang lebih besar dari gambaran ini adalah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dari Jabir, dia berkata, "Saat kami menggali parit, ada sebongkah tanah yang amat keras. Mereka mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Ini ada tanah keras yang teronggok di tengah parit."
"Kalau begitu aku akan turun ke bawah," sabda beliau.
Setelah turun, beliau berdiri tegak dan terlihat perut beliau yang diganjal batu. Sebelumnya kami bertiga sudah mencoba untuk mengatasinya, namun tidak mampu. Lalu beliau mengambil cangkul dan memukul onggokan tanah yang keras itu hingga hancur berkeping-keping menjadi pasir."
Al-Barra' berkata, "Saat menggali parit, di beberapa tempat kami terhalang oleh tanah yang sangat keras dan tidak bisa digali dengan cangkul. Kami melaporkan hal ini kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Beliau datang, mengambil cangkul dan bersabda, "Bismillah..." Kemudian menghantam tanah yang keras itu dengan sekali hantaman. Beliau bersabda, "Allah Mahabesar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat ini pun aku bisa melihat Istana Mada'in yang bercat putih." Kemudian beliau menghantam untuk ketiga kalinya, dan bersabda, "Bismillah.." Maka hancurlah tanah yang masih tersisa. Kemudian beliau bersabda, "Allah Mahabesar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan'a."
Ibnu Ishaq juga meriwayatkan yang serupa dengan ini dari Salman Al-Farisi radhiallahu'anhu.
Orang-orang muslim terus menggali parit tanpa henti sepanjang siang, baru sore harinya mereka pulang ke rumah menemui keluarga hingga penggalian parit selesai seperti rencana semula sebelum pasukan paganis yang tidak terkira banyaknya tiba di pinggiran Madinah.
Perang Terjadi
Pasukan Quraisy yang berkekuatan 4000 personil tiba di Mujtama'ul Asyal di kawasan Rumat, tepatnya antara Juruf dan Za'abah. Sedangkan Kabilah Ghathafan dan penduduk Najd yang kekuatan 6000 personil itu tiba di Dzanab di dekat Uhud. Firman Allah,
وَلَمَّا رَءَا الْمُؤْمِتُوتَ الأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا
الله وَ رَسُولَهُ وَصَدَقَ الله وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُم إِلآَّ
إِيمَتَا وَتَسْلِيمًا
"Dan, tatkala orang-orang Mukmin melihat golongan-golongan yang bersektutu itu, mereka berkata, 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya'. Dan, yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.'" (Al-Ahzab:22)
Tetapi orang-orang munafik dan orang-orang yang jiwanya lemah, langsung menggigil ketakukan saat melihat pasukan yang besar ini. Firman Allah,
وَإِذَ يَقُولُ الْمُنَفِقُونَ وَالَّذِينَ فى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ مَّا وَعَدَنَا الله وَ رَسُولُهُ إِلاَّ غُرُورًا
"Dan ingatlah, ketika orang-orang munafik
dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, 'Allah dan
Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.'" (Al-Ahzab:2)
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam keluar rumah dengan kekuatan 3000
personil. Dibelakang punggung mereka ada Gunung Sal'un dan dapat
dijadikan pelindung. Sedangkan parit membatasi posisi mereka dengan
pasukan musuh. Madinah diwakilkan kepada Ibnu Ummi Maktum. Para wanita
dan anak-anak ditempatkan dirumah khusus sebagai perlindungan bagi
mereka.
Pada saat orang-orang musyrik hendak melancarkan serbuan ke arah
orang-orang mukmin dan menyerang Madinah. ternyata mereka harus
berhadapan dengan parit. Karena itu mereke memutuskan untuk mengepung
orang-orang muslim. Padahal tatkala keluar dari rumah, mereka tidak siap
untuk melakukan pengepungan. Menurut mereka, penggalian parit ini
sebagai siasat perang yang sama sekali tidak dikenal masyarakat Arab.
Oleh karena itu mereka juga tidak pernah memperhatikannya sama sekali.
Orang-orang musyrik hanya bisa berputar-putar didekat parit dengan
amarah yang menggelegar. Mereka terus mencari-cari titik lemah yang bisa
dimanfaatkan. Sementara orang-orang muslim terus-menerus mengawasi
gerakan orang-orang musyrik yang berputar-putar diseberang parit dan
juga melontarkan anak panah agar mereka tidak sampai mendekati parit
apalagi melewatinya ataupun menimbunnya dengan tanah lalu menjadikannya
sebagai jalur penyeberangan.
Para penunggang kuda dari pasukan Quraisy merasa jengkel karena hanya
bisa diam disekitar parit tanpa ada kejelasan bagaimana kelanjutan dari
pengepungan ini. Cara seperti ini sama sekali bukan kebiasaan mereka.
Lalu muncul sekelompok orang diantara mereka, seperti Amr bin Abdi Wudd,
Ikrimah bin Abi Jahl, Dhirar bin Al-Khattab dan lain-lainnya yang
mendapatkan lubang parit yang lebih sempit. Mereka terjun melewati
bagian parit itu, lalu memutar kuda mereka ke arah bagian yang lebih
lembab, antara parit dan Gunung Sal'un. Ali bin Abi Thalib bersama
beberapa orang Muslim langsung mengepung daerah yang dapat dilewati
beberapa orang musyrik itu. Amr bin Abi Wudd menantang untuk adu
tanding, satu lawan satu. Tantangan ini diladeni Ali bin Abi Thalib, dan
Ali juga melontarkan perkataan yang membuat Amr sangat marah. Amr yang
termasuk salah seorang prajurit musyrikin yang pemberani dan pahlawan
mereka, turun dari kuda sambil mengumpat kudanya sendiri dan menempeleng
mukanya. Kemudian dia siap berhadapan dengan Ali bin Abi Thalib.
Keduanya berputar-putar lalu bertanding dengan seru, hingga Ali dapat
membunuhnya. Sementara yang lain juga merasa terdesak lalu mereka terjun
ke parit dan melarikan diri. Mereka benar-benar ketakutan,
sampai-sampai Ikrimah bin Abi jahl meninggalkan tombaknya.
Beberapa hari sudah berlalu dan orang-orang musyrik terus berusaha untuk
melewati parit atau membuat jalur penyeberangan. Tetapi orang-orang
muslim tidak berhenti melakukan perlawanan dan menyerang mereka dengan
anak panah, sehingga mereka gagal memuluskan usaha ini.
Karena terlalu sibuk melakukan serangan balik terhadap orang-orang
musyrik yang berusaha menyeberang parit. akibatnya ada beberapa shalat
yang tak sempat dikerjakan Rasulullah dan orang-orang muslim. Didalam Ashahihain
disebutkan dari Jabir, bahwa Umar bin Khattab muncul pada waktu Perang
Khandaq, lalu dia terus-menerus mengolok-olok orang-orang kafir Quraisy.
Lalu dia berkata: "Wahai Rasulullah, hampir saja aku lupa mengerjakan
shalat (ashar), padahal matahari hampir tenggelam."
"Aku pun belum sempat mengerjakannya," sabda beliau.
Lalu kami turun membawa alat pembuat tepung. Beliau wudhu' dan kami pun
wudhu'. Beliau shalat ashar setelah matahari tenggelam, setelah itu
langsung disusul dengan shalat maghrib.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam merasa menyesal karena beberapa shalat
yang tertinggal. Sampai-sampai beliau mendo'akan kemalangan bagi
orang-orang musyrik. Karena gara-gara merekalah shalat beliau tidak
sempat dilaksanakan. Didalam riwayat Al-Bukhari, dari Ali dari Nabi
shallallahu'alaihi wasallam, beliau bersabda pada waktu Perang Khandaq,
"Allah memenuhi rumah-dan kuburan mereka dengan api, sebagaimana mereka
telah membuat kita sibuk dan tidak sempat melaksanakan shalat ashar
hingga matahari terbenam."
Didalam Musnad Ahmad dan Asy-Syafi'i disebutkan bahwa orang-orang
musyrik itu membuat mereka sibuk hingga tak sempat melaksanakan shalat
zhuhur, ashar, maghrib dan isya'. Lalu Rasulullah mengerjakan shalat
secara sekaligus. An-Nawawi menuturkan, "Cara mengompromikan beberapa
riwayat ini, bahwa Perang Khandaq
berjalan selama beberapa hari. Memang pada sebagian hari ada acara
menjama' shalat seperti yang pertama dan sebagian hari yang lain ada
cara menjama' yang kedua."
Dari sini dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh orang-orang
musyrik untuk menyeberangi parit dan serangan orang-orang Muslim
berjalan hingga beberapa hari. Karena ada parit yang menghalangi kedua
pasukan, maka tidak sampai terjadi pertempuran dan adu senjata secara
langsung. Peperangan terbatas hanya dengan melepaskan anak panah.
Sekalipun begitu, ada beberapa orang dari masing-masing pihak menjadi
korban, yaitu enam orang dari Muslimin dan sepuluh orang dari musyrikin.
Disamping itu ada satu dua orang yang terbunuh karena terkena tebasan
perang.
Dalam usaha melakukan serangan dengan melepaskan anak panah itu, Sa'd
bin Mu'az ra juga terkena hujaman anak panah hingga memutuskan urat di
lengannya. Yang melepaskan anak panah hingga mengenainya adalah seorang
laki-laki dari Quraisy yang bernama Hibban bin Qais bin Al-Ariqah. Saat
itu pula Sa'd memanjatkan do'a, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu
bahwa tak ada yang lebih kucintai daripada aku berjihad karena-Mu,
melawan orang-orang yang mendustakan Rasul-Mu dan yang telah
mengusirnya. Ya Allah, aku mengira Engkau telah menghentikan peperangan
antara kami dengan mereka. Jika memang Engkau masih menyisakan sedikit
peperangan melawan orang-orang Quraisy, maka berikanlah sisa kehidupan
kepadaku untuk menghadapi mereka agar aku bisa memerangi mereka karena
Engkau. Jika memang Engkau sudah menghentikan peperangan, maka
kobarkanlah lagi peperangan itu agar aku bisa mati dalam peperangan."
Pada akhir do'anya, dia berkata, "Janganlah Engkau mematikan aku hingga
aku merasa senang setelah memerangi Bani Quraizhah."
Pengkhianatan Yahudi Bani Quraizhah
Pada saat orang-orang Muslim menghadapi situasi perang yang amat keras
ini, ular-ular berbisa yang biasa melakukan konspirasi dan berkhianat
sedang menggeliat didalam lubangnya, bersiap menyemburkan bisanya ke
tubuh orang-orang Muslim. Tokoh penjahat Bani Nadhir (Huyai bin Akhthab)
datang ke perkampungan Bani Quraizhah. Dia menemui Ka'b bin Asad
Al-Qurazi, pemimpin Bani Quraizhah, sekutu dan rekannya. Padahal dia
sudah membuat perjanjian dengan Rasulullah untuk tidak menolong siapa
pun yang hendak memerangi belaiu. Huyai menggedor pintu benteng Ka'b,
tetapi Ka'b tidak mau membukakan pintu. Setelah Huyai mendesak terus
menerus, pintu pun dibukakan.
Huyai berkata, "Aku menemuimu wahai Ka'b dengan membawa kejayaan masa
lalu dan lautan yang mempesona. Aku datang kepadamu bersama Quraisy,
pemimpin dan pemuka mereka, hingga aku menyuruh mereka bermarkas di
Majma'ul Asyal di bilangan Rumat. Sedangkan Ghathafan dengan semua
pemimpinnya kusuruh bermarkas di Dzanab Naqami dekat Uhud. Mereka semua
sudah berjanji dan bersumpah kepadaku untuk tidak pulang sebelum
membinasakan Muhammad dan para pengikutnya."
Ka'b menjawab," Demi Allah, engkau datang kepadaku sambil membawa
kebinasaan masa lalu dan awan yang kering. Awan itu mengeluarkan klat
dan suara petir, tetapi kosong melompong. Celaka kamu wahai Huyai!
Tinggalkan aku dan urusanku! Aku tidak melihat diri Muhammad melainkan
sosok yang jujur dan menepati janji."
Huyai terus menerus membujuk dan merayu Ka'b, hingga akhirnya Huyai
bersumpah atas nama Allah dan berjanji, "Jika orang-orang Quraisy dan
Ghathafan mundur, mereka tidak jadi menyerang Muhammad, maka aku akan
bergabung denganmu didalam bentengmu, dan aku siap menanggung akibatnya
bersamamu." Jadilah Ka'b bin As'ad melanggar perjanjian yang telah
disepakatinya. Dia sudah melepaskan ikatan dengan orang-orang Muslim.
Dia bergabung dengan orang-orang musyrik untuk memerangi orang-orang
Muslim.
Ketika itu pula orang-orang Yahudi bangkit untuk memerangi orang-orang
Muslim. Ibnu Ishaq menuturkan, "Shafiyah binti Abdul Muthalib berada
dalam satu bilik benteng yang dikhususkan bagi para wanita Muslimah dan
anak-anak, yang dijaga Hassan bin Tsabit. Shafiyah berkata menuturkan
kejadian waktu itu, "Ada seorang laki-laki Yahudi melewati tampat kami,
lalu mengelilingi benteng. Sementara semua Yahudi Bani Quraizhah maju
untuk berperang dan melanggar perjanjian yang sudah disepakati dengan
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Tidak ada orang-orang Muslim
yang menjaga kami, karena Rasulullah dan semua orang-orang Muslim sedang
berhadapan dengan musuh. Tidak mungkin mereka mundur ketempat kami dan
meninggalkan pos mereka jika ada orang yang menyerang kami. Kukatakan
kepada Hassan, "Wahai Hassan, seperti yang engkau lihat, orang Yahudi
ini mengitari benteng. Demi Allah, aku merasa tidak aman jika dia
menunjukkan titik kelemahan kita dari arah belakang ini kepada
orang-orang Yahudi. Sementara Rasulullah dan para sahabat tidak sempat
lagi mengurus kita. Maka hampirilah orang itu dan bunuh dia."
"Demi Allah, engkau tahu sendiri aku bukanlah orang yang mahir dalam masalah bunuh-membunuh," jawab Hassan.
Syafiyah berkata, "Lalu kuikat pinggangku dan kuambil sepotong tiang
penyangga, lalu aku turun dari benteng untuk menghampiri orang Yahudi
itu. Potongan tiang itu kupukulkan ke tubuhnya hingga mati. Setelah itu
aku kembali lagi ke benteng. Kukatakan kepada Hassan, "Wahai Hassan,
turunlah dari benteng dan ikatlah dia. Kalau bukan karena dia seorang
laki-laki tentu sudah kuikat sendiri."
Hassan bin Tsabit berkata, "Kurasa aku tak perlu lagi mengikatnya."
Tindakan yang berani dari bibi Rasulullah ini mempunyai pengaruh yang
amat mendalam untuk menjaga para wanita dan anak-anak Muslimin. Sebab
selama itu orang-orang Yahudi menduga rumah penampungan dan benteng bagi
para wanita dan anak-anak dijaga ketat pasukan Muslimin. Padahal
nyatanya sama sekali tidak terjaga. Karena dugaan itu mereka tidak
berani melakukan serangan ke benteng itu. Mereka juga tidak berani
terang-terangan melakukan serangan terhadap orang-orang Muslim. Mereka
hanya mengulurkan bantuan kepada pasukan kafir dengan memasok bahan
makanan. Tetapi pasokan itu juga bisa diambil orang-orang Muslim,
sebanyak dua puluh onta.
Kabar tentang tindakan orang-orang Yahudi didengar oleh Rasulullah
shallallahu'alaihi wasallam dan orang-orang Muslim. Maka seketika itu
pula beliau ingin mengecek kebenarannya. Untuk itu beliau meminta
keterangan langusng dari Bani Quraizhah, agar dapat segera diambil
tindakan secara militer. Beliau mengutus Sa'd bin Mu'adz, Sa'd bin
Ubadah, Abdullah bin Ruwahah dan Khawwat bin Jubair. Beliau bersabda
kepada para utusan ini, "Pergilah kesana dan cari tahu apakah benar
kabar yang kita dengar dari mereka ini ataukah tidak? Jika kabar itu
benar, beritahukan kepadaku hanya dengan melalui isyarat saja, agar
tidak mematahkan semangat orang-orang. Jika mereka masih menepati
janjinya, bolehlah kalian memberitahukan kepada orang-orang."
Setiba disana para utusan itu mendapatkan keadaan yang sangat jauh lebih
jahat dari gambaran semula. Orang-orang Yahudi itu secara
terang-terangan mencemooh dan memperlihatkan permusuhan, bahkan mereka
juga mengejek Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. "Siapa itu Rasul
Allah? Tidak ada perjanjian antara kami dan Muhammad dan juga tidak ada
ikatan apa-apa," kata mereka. Para utusan itu pulang, lalu
mengisyaratkan keadaan mereka kepada Rasulullah dengan berkata, "Adhal
dan Qarah." Artinya orang-orang Yahudi itu seperti Bani Adhal dan Qarah
yang melanggar perjanjian. Sekalipun para utusan itu sudah berusaha
menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya, toh sebagian Muslimin ada yang
menangkapnya sehingga mereka merasa bahwa keadaan benar-benar amat
gawat.
Itu merupakan situasi yang sangat rawan yang pernah dihadapi kaum
Muslimin. Antara posisi mereka dan posisi Yahudi Bani Quraizhah tidak
ada penghalang sedikit pun andaikan mereka memukul dari belakang.
Sementara dihadapan mereka ada segelar pasukan musuh yang tidak mungkin
ditinggalkan. Sementara tempat penampungan para wanita dan anak-anak
tidak jauh dari posisi Bani Quraizhah yang berkhianat. Apalagi tempat
itu tanpa pasukan yang menjaga. Keadaan mereka telah digambarkan Allah
dalam firman-Nya,
"Yaitu ketika mereka datang kepada kalian
dari atas dan dari bawah, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan
(kalian) dan hati kalian naik menyesak sampai tenggorokan dan kalian
menyangka terhadap Allah dengan bermancam-macam prasangka. Di situlah
diuji orang-orang Mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan
yang dahsyat." (Al-Ahzab:10-11)
Kemunafikan orang-orang munafik juga mulai muncul ke permukaan. Sebagian
diantara mereka ada yang berkata, "Kemarin Muhammad berjanji kepada
kami bahwa kami akan mengambil harta simpanan Kisra dan Qaishar.
Sementara pada hari ini tak seorang pun diantara kami yang merasa aman
terhadap dirinya, sekalipun hanya untuk buang hajat." Yang lain lagi ada
yang berkata kepada sekumpulan kaumnya, "Rumah kami akan menjadi
sasaran musuh. Maka izinkan kami untuk pergi dari sini dan pulang ke
rumah kami. Karena rumah kami berada di luar Madinah."
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman tentang mereka ini,
"Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik
dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, 'Allah dan
Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya'. Dan,
sebagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang)
dengan berkata, 'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada
penjaga). Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak
lain hanyalah hendak lari." (Al-Ahzab:12-13)
Setelah mendengar pengkhianatan Bani Quraizhah, Rasulullah menggelar
kainnya lalu tidur telentang, diam sekian lama, hingga kaum Muslimin
mendapat ujian yang cukup berat. Namun tak lama kemudian membersit
harapan. Beliau bangkit sambil berseru, "Allahu Akbar, Bergembiralah
wahai orang-orang Muslim dengan kemenangan dan pertolongan Allah."
Kemudian beliau merancang beberapa strategi untuk menghadapi situasi
yang sangat rawan ini. Salah satu strategi yang beliau canangkan ialah
dengan mengutus beberapa penjaga ke Madinah untuk menjaga para wanita
dan anak-anak. Tetapi sebelumnya harus ada upaya untuk mengacaukan
pasukan musuh. Untuk memuluskan rencana ini, beliau hendak membuat
perjanjian dengan Uyainah bin Hishn dan Al-Harits bin Auf, dua pemimpin
Ghathafan, bahwa beliau akan menyerahkan sepertiga hasil panen kurma di
Madinah kepada mereka, asal mereka berdua mau mengundurkan diri dari
kancah bersama kaumnya, lalu membiarkan beliau menghantam Quraisy dan
menghancurkan kekuatan mereka. Terjadi tawar menawar yang cukup alot.
Lalu beliau meminta pendapat Sa'd bin Mu'adz dan Sa'd bin Ubaidah
tentang rencana ini.
Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, jika Allah memerintahkan engkau
untuk mengambil keputusan seperti itu, maka kami akan tunduk dan patuh.
Tetapi jika ini merupakan keputusan yang hendak engkau ambil bagi kami,
maka kami tidak membutuhkannya. Dulu kami dan mereka adalah orang-orang
yang sama menyekutukan Allah dan menyembah berhala. Dulu mereka tidak
berhasrat memakan sebuah kurma pun dari Madinah kecuali lewat jual beli
atau bila sedang dijamu. Setelah Allah memuliakan kami dengan Islam dan
memberi petunjuk Islam serta menjadi jaya bersama engkau, mengapa kami
harus memberikan harta kami kepada mereka? Demi Allah, kami tidak akan
memberikan kepada mereka kecuali pedang."
Rasulullah membenarkan pendapat mereka berdua, dan bersabda, "Ini adalah
pendapatku sendiri. Sebab aku melihat semua orang Arab sedang menyerang
kalian dengan satu busur."
Kemudian Allah membuat satu keputusan dari sisi-Nya yang mampu
menghinakan musuh, mengacaukan semua barisan mereka serta
menceraiberaikan persatuan mereka. Diantara langkah permulaannya, ada
seseorang dari Ghathafan yang bernama Nu'aim bin Mas'ud bin Amir
Al-Asyja'i yang menemui Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku telah masuk Islam. Sementara kaumku tidak mengetahui
tentang keislamanku ini. Maka perintahkanlah kepadaku apapun yang engkau
kehendaki."
"Engkau adalah orang satu-satunya," sabda beliau, "berilah pertolongan
kepada kami menurut kesanggupanmu karena peperangan ini adalah tipu
muslihat."
Seketika itu pula Nu'aim pergi menemui Bani Quraizhah, yang menjadi
temah karibnya semasa Jahiliyah. Dia menemui mereka dan berkata, "Kalian
sudah tahu cintaku kepada kalian, khususnya antara diriku dan kalian."
"Engkau benar," kata mereka.
Nu'aim berkata, "Orang-orang Quraisy tidak bisa disamakan dengan kalian.
Negeri ini adalah negeri milik kalian. Disini ada harta benda,
anak-anak dan istri-istri kalian. Kalian tidak akan sanggup meninggalkan
negeri ini untuk pindah ketempat lain. Sementara Quraisy dan Ghathafan
datang kesini untuk memerangi Muhammad dan rekan-rekannya. Lalu kalian
menampakkan dukungan kepada mereka. Padahal negeri, harta dan
wanita-wanita mereka berada ditempat lain. Jika mereka merasa mendapat
kesempatan, tentu kesempatan itu akan mereka pergunakan sebaik-baiknya.
Jika tidak, mereka pun akan kembali ke negeri mereka dan meninggalkan
kalian bersama Muhammad yang akan melampiaskan dendam kepada kalian."
"Lalu bagaimana baiknya wahai Nu'aim?" Tanya mereka.
"Kalian tidak perlu berperang bersama mereka kecuali setelah mereka memberikan jaminan kepada kalian," jawab Nu'aim.
"Engkau telah memberikan jawaban yang sangat tepat," jawab mereka.
Setelah itu Nu'aim langsung menemui Quraisy dan berkata kepada mereka,
"Kalian sudah tahu cintaku kepada kalian dan nasihat-nasihat yang pernah
kusampaikan."
"Begitulah," jawab mereka.
Dia berkata lagi, "Rupa-rupanya orang Yahudi merasa menyesal karena
telah melanggar perjanjian dengan Muhammad dan rekan-rekannya. Secara
diam-diam mereka telah mengirim utusan untuk menemui Muhammad bahwa
mereka hendak meminta jaminan kepada kalian. Lalu jaminan itu akan
mereka serahkan kepada Muhammad, yang tentu saja mereka berpaling dari
kalian. Jika mereka meminta jaminan, kalian tidak perlu memberikannya
kepada mereka."
Kemudian Nu'aim menemui orang-orang Ghathafan dan berkata seperti pula kepada mereka.
Tepatnya malam Sabtu, bulah Syawal 5H, orang-orang Quraisy mengirimkan
utusan untuk menemui orang-orang Yahudi, menyampaikan pesan, "Kami tidak
mungkin berlama-lama disini. Apabila kondisi unta dan kuda kami sudah
banyak merosot. Maka bangkitlah saat ini pula bersama kami untuk
menghabisi Muhammad." Orang-orang Yahudi mengirim utusan kepada
orang-orang Quraisy seraya menyampaikan pesan, "Hari ini adalah hari
Sabtu. Kalian sudah tahu akibat yang manimpa orang-orang sebelum kami
karena mereka berperang pada hari ini. Disamping itu, kami tidak mau
berperang bersama kalian kecuali setelah kalian menyampaikan jaminan
kepada kami."
Setelah tahu apa yang disampaikan utusan Yahudi, orang-orang Quraisy dan
Ghathafan berkata, "Demi Allah, benar apa yang dikatakan Nu'aim kepada
kalian." Lalu mereka mengirimkan utusan lagi kepada orang-orang Yahudi,
menyampaikan pesan, "Demi Allah, kami tidak akan mengirim seorang pun
kepada kalian. Bergabunglah bersama kami untuk menghabisi Muhammad."
Orang Quraizhah berkata, "Demi Allah, benar apa yang dikatakan Nu'iam
kepada kalian." Dengan begitu Nu'aim mampu memperdayai kedua belah pihak
dan menciptakan perpecahan di barisan musuh, sehingga semangat mereka
menjadi turun drastis.
Sementara kaum Muslimin selalu berdo'a kepada Allah, "Ya Allah tutupilah
kelemahan kami dan amankanlah kegundahan kami." Rasulullah
shallallahu'alaihi wasallam juga berdo'a untuk kemalangan musuh, "Ya
Allah yang menurunkan Al-Kitab dan yang cepat hisabnya, kalahkanlah
pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan guncangkanlah mereka."
Allah Subhanahu Wa Ta'ala mendengar do'a Rasulnya dan orang-orang
Muslim. Setelah muncul perpecahan dibarisan orang-orang musyrik dan
mereka bisa diperdayai, Allah mengirimkan pasukan berupa angin taufan
kepada mereka, sehingga kemah-kemah mereka porak poranda. Tidak ada
sesuatu yang tegak melainkan pasti ambruk, tidak ada yang menancap
melainkan pasti tercabut dan tidak ada sesuatu pun yang bisa berdiri
tegar ditempatnya. Allah juga mengirim pasukan yang terdiri dari para
malaikat yang membuat mereka menjadi gentar dan kacau menyusupkan
ketakukan kedalam hati mereka.
Pada malam yang dingin dan menusuk tulang itu, Rasulullah mengutus
Khudzaifah bin Al-Yaman untuk menemui orang-orang Quraisy dan kembali
lagi membawa kabar tentang keadan mereka yang seperti itu. Bahkan mereka
sudah bersiap-siap untuk kembali ke Makkah. Khudzaifah bin Al-Yaman
menemui beliau dan mengabarkan niat mereka untuk kembali ke Makkah. Pada
keesokan harinya beliau mendapatkan musuh sudah diusir Allah dan
hengkang dari tempatnya, tanpa membawa keuntungan apa-apa. Cukuplah
Allah yang memerangi mereka, memenuhi janjinya, memuliakan pasukan-Nya,
menolong hamban-Nya dan hanya menimpakan kekalahan kepada pasukan musuh.
Setelah itu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan pasukan Muslim
kembali ke Madinah.
Perang Khandaq atau Ahzab bukan merupakan peperangan yang menimbulkan
kerugian, tetapi merupakan perang urat syaraf. Disini tidak ada
pertempuran yang seru. Tetapi dalam catatan sejarah Islam, ini merupakan
peperangan yang sangat menegangkan, yang berakhir dengan pelecehan di
pihak pasukan musyrikin dan memberi kesan bahwa kekuatan sebesar apapun
yang ada di Arab tidak akan sanggup melumatkan kekuatan lebih kecil yang
sedang mekar di Madinah. Sebab bangsa Arab tidak sanggup menghimpun
kekuatan yang lebih besar daripada pasukan Ahzab ini. Oleh karena itu
Rasulullah bersabda, tatkala Allah Subhanahu Wa Ta'ala sudah mengalahkan pasukan musuh,
"Sekarang kitalah yang ganti menyerang mereka dan mereka tidak akan
menyerang kita. Kitalah yang akan mendatangi mereka."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar